arnews – Presiden Vladimir Putin menegaskan Rusia siap untuk berperang dengan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kapan saja.
Dilansir Rusia Today, Putin mulanya mengatakan bahwa taka da yang mau berkonfrontasi dengan siapa pun, baik itu Rusia maupun Amerika Serikat selaku pemimpin blok NATO.
Putin menyebut saat ini garis pencegahaan konflik antara AS dan Rusia masih bekerja Sehingga taka da pihak yang tertarik berperang.
Kendati begitu “Jika seseorang menginginkan [perang], dan tentunya bukan kami, maka kami siap [berperang].”
Pernyataan Putin ini sendiri menjawab pertanyaan jurnalis mengenai tabrakan baru-baru ini yang melibatkan jet Rusia dan AS hingga sikapnya jika ada kemungkinan perang lawan NATO.
Pada 26 Juli lalu, jet Rusia menembakan suar dan menyerang pesawat tak berawak AS di Suriah hingga merusak drone Washington. Ini merupakan insiden keenam bulan ini sekaligus kedua dalam 24 jam terakhir antara kedua negara di timur tengah.
Otoritas Rusia beralasan bahwa insiden itu terjadi karena Washington di Suriah melanggar protocol dekonfliksi dengan Rusia 10 kali dalam 24 jam terakhir. Mereka menyebut pesawat nirawak AS terbang terlalu dekat dengan pesawat tempur Rusia.
Militer Rusia melaporkan total ada 23 insiden berbahaya sejak awal 2023 yang melibatkan pesawat Kremlin dan NATO, seperti dikutip dari Russia Today.
Kepala Pusat Rekonsiliasi Rusia untuk Suriah Laksamana Oleg Gurinov mengatakan sebagian besar insiden terjadi pada Juli. Dia juga menyebut dalam 11 kasus, pilot Rusia tercatat jadi sasaran sistem senjata Barat.
Sejak Rusia turun tangan dalam perang sipil Suriah pada 2015, Moskow dan Washington memang sama-sama saling mangacaukan operasi militer mereka di Timur Tengah.
Militer kedua negara juga pernah beberapa kali terlibat pertempuran di Suriah, yang sebagian besar terjadi miskomunikasi.
Seiring dengan masalah ini, Moskow berulang kali memperingatkan Washington dan sekutu mengenai resiko potensi konflik langsung antara Rusia dan NATO, terutama di tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Rusia mengkalim pasokan senjata Barat di Kyiv hanya memperpanjang permusuhan dan memaksa sekutu Barat terlibat lebih dalam pada konflik.