arnews – Toyota Indonesia telah menginvestasikan Rp35 miliar untuk membangun hydrogen refueling station pertama di Indonesia dengan tekanan 700 bar. Infrastruktur ini menjadi langkah awal membangun ekosistem hidrogen sebagai bagian dari transisi energi.
Toyota, pengadopsi awal teknologi kendaraan hidrogen di dalam negeri, mengakui biaya produksi hidrogen masih jauh lebih mahal dibanding bahan bakar fosil.
Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Juliyanto menyebut hidrogen yang dihasilkan saat ini masih 3-4 kali lebih mahal dibanding BBM.
“Biaya produksi hidrogen memang masih tinggi karena saat ini kita masih membelinya. Namun, jika ke depan bisa diproduksi sendiri dalam negeri, biayanya bisa lebih kompetitif,” ujar Nandi di Karawang, Jawa Barat, Selasa (11/2).
Saat ini hidrogen untuk industri sudah digunakan di beberapa sektor seperti manufaktur kaca, minyak goreng, dan biofuel. Namun, untuk sektor transportasi, penggunaannya masih sangat terbatas karena faktor biaya dan infrastruktur yang belum siap.
Mengurangi impor hidrogen
Pemerintah menilai hidrogen dapat menjadi solusi jangka panjang untuk transisi energi, terutama jika dapat diproduksi secara mandiri di dalam negeri.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan hidrogen dapat diproduksi dari air menggunakan energi terbarukan, sehingga tidak bergantung pada impor.
“Kita melihat peluang hidrogen sebagai bagian dari swasembada energi. Nantinya, dengan teknologi solar cell dan konversi hidrogen, produksi dalam negeri bisa meningkat, dan ini akan membantu menekan biaya,” ujar Eniya.
Menurutnya, pengembangan hidrogen harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk industri otomotif, energi, dan manufaktur.
Saat ini pemerintah dikatakan sedang menyusun road map hidrogen yang akan dirilis dalam waktu dekat sebagai panduan pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia.
Tingginya biaya produksi hidrogen menjadi tantangan utama adopsi teknologi ini di sektor transportasi. Namun, dengan semakin luasnya penggunaan hidrogen, biaya produksinya dinilai bisa semakin menurun.
“Hidrogen saat ini masih mahal, tetapi jika ada skala ekonomi dan investasi lebih lanjut, biayanya bisa lebih efisien. Saat infrastruktur berkembang, harga hidrogen akan semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil,” kata Nandi.
Pemerintah sendiri menargetkan pada 2038-2040 hidrogen sudah bisa digunakan secara lebih luas di Indonesia, baik untuk sektor transportasi maupun industri energi.
Dengan investasi awal Rp35 miliar ini, Toyota berharap bisa membuka jalan bagi perkembangan ekosistem hidrogen di Indonesia. Namun, supaya benar-benar menjadi alternatif yang ekonomis dan kompetitif, masih dibutuhkan dukungan lebih lanjut dari regulasi, insentif, dan kesiapan infrastruktur.