RI Ingin Barat Adil Dalam Merespon Pembakaran Al Quran Di Swedia-Denmark
arnews – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia ingin komunitas internasional termasuk negara-negara Barat bersikap adil dalam merespon isu pembakaran Al Quran di Swedia dan Denmark.
Juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, menyebutkan symbol yang dianggap saksral oleh pemeluk agama tak bisa dilecehkan seperti itu.
“Karena juga ada symbol-simbol lain, yang kalau ada tindakan serupa, menimbulkan reaksi dari negara Barat,” ujar Faizasyah saat konferensi pers di Kantin Diplomasi Kamlu, Jakarta Pusat, Selasa (1/8).
“Jadi, kita ingin melihat ada keadilan dalam merespon berbagai isu yang memiliki sinsitivitas tinggi karena adanya afiliasi atau kedekatan antara mesyarakat dengan kitab suci,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Faizasyah juga membeberkan posisi Indonesia menyoal penghinaan terhadap Al Quran.
RI, lanjut dia, melakukan kampanye bersama negara negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Artinya, kita memastikan siu ini mendapatkan porsi perhatian yang lebih dari biasanya. Karena tidak bisa hal-hal seperti ini dikonotasikan sebagai permasalahan Kebebasan menyampaikan pendapat,” ungkap Faizasyah.
Swedia dan Denmark jadi sorotan usai serangkaian aksi pembakaran Al Quran di negara tersebut.
Salah satu aksi pembakaran kitab suci itu berlangsung di Central Mosque, Stockholm. Tindakan serupa juga terjadi di depan Kedubes Irak di ibu kota Swedia. Saat itu, Al Quran diinjak dan ditendang pelaku Salwan Momika.
Lalu pada 24 Juli, sejumlah orang membakar kitab suci umat Muslim, Al Quran, saat demo di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Irak di Copenhagen.
Kelompok yang menamakan dirinya “Danish Patriot” juga menggelar demonstrasi serupa pekan lalu.
Aksi tersebut memicu kecaman internasional, terutama dari negara mayoritas Muslim dan negara Muslim.
Namun, Barat tak banyak memberikan suara. Sikap itu tercermin usai PBB menyetujui resolusi soal kebencian dan kefanatikan terhadap agama. Dari 37 negara, sebanyak 28 di antaranya menyetujui, tujuh absatain dan 12 menolak. Sejumlah negara yang menolak di antaranya Finlandia, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, hingga Belgia, demikian dikutip Al Jazeera.