Putusan MK: Jaksa Agung Tak Boleh dari pengurus Partai
arnews – Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai poltik menjadi jaksa agung. Hal itu disampaikan dalam putusan atas gugatan terhadap Undang-undang Kejaksaan.
MH mengubah ketentuan dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021. Mahkamah menambahkan syarat tentang afiliasi terhadap partai politik.
“Menyatakan pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021… bertentangan dengan UUS Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanajng tidak dimaknai ‘Untuk diangkat menjadi jaksa agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pasal 20 huruf a sampai f termasuk syarat bukan merupakan pengurusan partai politik, kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai jaksa agung,” kata majelis hakim MK Surhartoyo di Gedung MK, Jakrta, Kamis (29/2).
Dalam pertimbangan, MK berpendapat pengurus partai politik adalah orang yang memilih mendekatkan diri lebih dalam partai politik. Dengan demikian, MK mengubah aturan dengan maksud mencegah konflik kepentingan.
Anggota majels hakim MK Saldi Isra menjelaskan syarat mundur dari partai lima tahun ditunjukan untuk memutus ikatan batin terhadap partai politik. Aturan itu diharapakan mencegah mantan pengurus parpol tetap berafiliasi dengan partai politik setelah ditunjuk sebagai jaksa agung.
Sementara itu, MK tidak memberi batasan waktu bagi kader biasa di partai politik yang ditunjuk sebagai jaksa agung. Hal itu karena menilai kader biasa tidak punya ketertarikan yang kuat kepada partai politik.
“Bagi calon jaksa agung yang belum diangkat jadi jaksa agung merupakan kader partai politik, cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi jaksa agung,” kata Saldi.
Ketetapan ini merupakan meputusan atas perkara nomor 6/PUU-XXII/2024. Perkara ini adalah permohonan dari aktivis antikorupsi Jovi Andrea Bachtiar.