PM Israel Netanyahu Tolak Lagi 2 Syarat Pembebasan Sandera Hamas
arnews – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemabali menolak syarat negoisasi dari sekelompok perlawanan Palestina, Hamas.
Hamas sebelumnya mengajukan dua syarat bagi Israel sebagai imbal balik pembebasan sandera yang ditawarkan kelompok tersebut.
Syarat yang diajukan Hamas adalah penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza dan kembali mengakui Hamas yang memerintah wilayah tersebut.
Netanyahu kemudian menyatakan bahwa memenuhi dua syarat dari Hamas itu sama saja dengan mengabaikan upaya pasukan Israel sia-sia dalam menajalankan operasi militer.
“Kami menolak syarat penyerahan pasukan (Israel) yang diminta Hamas. Kami tidak bisa menjamin keselamatan warga kami jika menerima ini,” kata Netanyahu seperti dikutip dari Al Jazeera.
“Kami tidak akan bisa membawa pulang sandera dengan selamat dan 7 Oktober mendatang hanya masalah waktu,” tambahnya.
Netanyahu bersikeras menolak mengakui kemerdekaan Palestina meski tekanan internasional semakin kuat terhadapnya.
Amerika Serikat bahkan terang-terangan menegaskan mendukung kemerdekaan Palestina, meski Washington membela alasan Tel Aviv melakukan agresi militer di Jalur Gaza.
Kelompok yang mengatasnamakan keluarga dan kerabat para sandera bahkan semakin kuat mendesak Netanyahu agar segera memakai cara selain operasi militer untuk pembebasan sandera.
“Mereka kembali melakukan demonstrasi mengepung rumah Netanyahu. Massa tidak akan mau pulang sebelum Israel berhasil membebaskan sandera dari Hamas.
“Jika Perdana Menteri memutuskan untuk mengorbankan sandera, dia harus menunjukan kepemimpinan dan secara terbuka berbagi posisinya dengan publik Israel,” demikian pernyataan perwakilan massa tersebut.
Jurnalis Al Jazeera, Hamdan Salhut, melaporkan dari Jerusalem Timur Bahwa para kerabat dan keluarga sandera sama sekali tidak didengar oleh pemerintah Netanyahu.
“Mereka dilupakan dan diabaikan. Ada pula silang pendapat di dalam kabinet perang Netanyahu. Sejumlah anggota mengatakan kemungkinan kekalahan total Hamas bukan tujuan yang realistis bagi pemerintah. ada pula yang mendesak pemilihan umum segera digelar sehingga publik percaya dengan pemerintah,” kata Salhut.