arnews – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap sejumlah praktik bully atau perundungan yang dialami sejumlah dokter, baik peserta koas, internship, hingga peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Indonesia.
Budi mengkategorikan tiga bentuk perundungan. Pertama, para junior yang diminta senior merangkap sebagai asisten pribadi. Budi tak sungkan menyebut sebagai pembantu lantaran junior diminta mengurusi laundy dan parkir, hingga mengantarkan anak senior ke suatu tempat.
“Kedua, saya juga melihat peserta didik dipakai untuk seperti pekerja pribadi. Yang paling sering tuh nulis tugas, biasanya dari kakak kelas senior atau nulis jurnal, penelitian, karena ada juniornya itu sebenarnya tugas buat kakak kelasnya,” kata Budi di Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).
Budi mengatakan praktik itu membuat para junior harus bekerja ekstra selain mendalami ilmu spesialis kedokteran yang diampu mereka. Ketiga, Budi mengatakan perundungan yang dilakukan senior ke junior yang merugikan secara financial.
Contohnya, kata Budi, para senior meminta agar junior membelikan gadget terbaru. Kemudian junior diminta patungan mengumpulkan sejumlah uang yang digunakan untuk membangun base camp atau membiayai kontrakan senior.
“Bisa buat nyiapin rumah untuk kumpul-kumpul para senior kontraknya setahun Rp50jt, bagi rata dengan juniornya. Atau praktek suka sampai malam, sama RD di kasih makan malam, tapi manya makan enak, makanan Jepang. Jadi tiap malam mestu keluariin Rp5-10 juta,” ujarnya.
Merespon sejumlah laporan yang masuk, Kemenkes per 20 Juli meluncurkan hotline untuk pelaporan dokter korban perundungan oleh senior saat menajalni pendidikan di rumah sakit vertical milik kemenkes. Aduan itu bisa melalui nomor WhatsApp ataupun website.
Para korban perundungan bisa melapor ke nomor WhatsApp 0812 9979 9777, dan apabila juga bisa menulis laporan melalui website www.perundungan.kemenkes.go.id.
Budi menegaskan mekanisme pelaporan bisa secara anonym. Nmaun, apabila korban berkenan memberikan nama dan instansi, maka Irjen Kemenkes akan lebih mudah menindaklanjuti dan melakukan verifikasi atas laporan tersebut.
Kemenkes pun menurutnya sudah menyiapkan sanksi beragam yang detailnya akan diatur dalam Kepmenkes. Sanksi itu meliputi peringatan tertulis hingga skorsing minimal 3 tahun.
“Kami ada pendamping psikologis, tapi kita juga ada pendampingan hukumnya. Jadi kalau misalnya dia lapor diganggu-ganggu, enggak dikasih praktek, enggak dikasih pasien, yang mengganggu dia juga dihukum. Benar-benar dilindungi yang bersangkutan sampai dia lulus tidak boleh diganggu,” ujarnya.